Click Here For Free Blog Templates!!!
Blogaholic Designs
Bukan sesuatu yang istimewa, hanya rangkaian kata sederhana
Sabtu, 10 Januari 2015

Aku tidak sedih, sungguh


Ada yang ingin kuceritakan pada senja, namun aku terlambat untuk datang dan senja terlalu cepat berpulang. Aku hanya tidak tahu kepada siapa aku harus mengadu. Semua yang kurasakan terasa sesak didalam dada. Tak ada satu orangpun yang mampu untuk mengerti.

Apa yang sebanarnya tengah kita jalani? Sebuah hubungan? Jika memang iya, maka seharusnya ada dua orang yang saling mencintai, saling menyayangi, saling mengerti dan saling memaklumi. Mengapa dunia yang kita buat hanya sebatas amarah dan keegoisan? Padahal pondasi yang kita buat berawal dari kenyamanan.


Kemana kita yang dulu? Yang hanya mengenal kekitaan bukan keakuan atau kekamuan. Mengapa kita malah lebih sering bersitegang dan saling tarik urat? Seolah kita berlomba untuk menyuarakan teriakan yang paling kencang. Kemana kamu yang bisa meredam amarahku? Kemana aku yang dulu selalu merasa luluh padamu?

Hingga akhirnya kita benar-benar berada di puncak, yang kita beri nama titik kejenuhan. Harusnya kita bisa saling intropeksi diri, bahwa apa yang sedang coba kita bangun bukanlah sebuah permainan diatas panggung. Kau yang dulu bilang, setiap masalah itu menguatkan kita. Dan hal itu yang membuat hubungan kita semakin erat. Tapi mengapa justru nyatanya kisah kita malah dipenuhi amarah yang mengurat? Mengapa genggamanmu semakin melonggar kemudian terlepas.

Kemana kamu yang berjanji untuk tetap menggenggam erat tanganku apapun itu keadaannya? Kemana kamu yang berjanji bertanggung jawab atas segala perasaanku yang sedang kutaruh pada dirimu? Kemana janjimu yang akan berusaha menjagaku?

Kamu yang bilang tak akan melepaskan aku walau aku merasa ingin jauh. Tapi nyatanya sekarang omonganmu seperti butiran debu yang berkelebatan didepan wajahku kemudian hilang tersapu angin. Kau melepaskanku. Kau menghancurkanku.

Aku memang sempat kecewa padamu, tapi aku selalu berusaha membuka pintu maaf untukmu. Aku mencoba memahami keinginanmu. Aku menahan tangisku ketika kau kasar padaku. Tak bisakah sekali saja kau menghargai itu? Aku tak penah ternilai di matamu. Aku tahu aku egois, tapi tolonglah untuk sabar menghadapiku.

Tak sadarkah kamu bahwa ketika detik-detik terakhir hubungan kita omonganku penuh dengan kemunafikan? Tak bisakah kau merasakan itu? Sebenarnya siapa yang menjadikan hubungan ini pelampiasan? Kau bilang bahwa kamu tak ingin mengecewakanku lagi. Kamu ingin  berhenti menyakitiku. Tapi menurutku, berpisah bukan satu-satunya cara untuk berhenti menyakiti.

Perpisahan? Bagaimanapun bentuknya tetap saja menyakitkan. Aku hanya mampu tersenyum. Ini pilihanmu dan ini keinginanmu. Ini yang terbaik untuk kita. Dan kini baru aku sadari, bahwa kamu tak benar-benar bersungguh mencintaiku. Semua yang kau rasakan padaku hanya hasratmu semata. Kini aku sadar, aku hanyalah tempat persinggahanmu. Aku bukan tempat tujuanmu.

Aku tidak apa-apa. Aku tidak sedih. Air mata yang mengalir bukanlah apa-apa. Mata sembabku tak berarti apa-apa. Kembalilah pada perempuan tujuanmu yang jelas tidak ada pada diriku. Semoga kamu bahagia menjalani kehidupanmu kini.

Terimakasih untuk waktu singkat yang sangat indah bersamamu. Meski tak akan terulang lagi. meski tak bersamamu lagi, aku akan menunjukkan padamu bahwa aku mampu bahagia dan berdiri sendiri dengan kedua kakiku.

Aku tidak sedih, sungguh…


0 komentar:

Posting Komentar