Click Here For Free Blog Templates!!!
Blogaholic Designs
Bukan sesuatu yang istimewa, hanya rangkaian kata sederhana
Minggu, 14 April 2013

Muslimah Di Mata Kak Erlangga

“Setiap orang memiliki takdir yang ditentukan oleh Allah SWT. Tapi... mampukah kita menerima dan menjalani takdir tersebut?”

Sudah sekian lama, aku menunggumu dalam ketidakpastian. Aku mencintaimu dalam diam. Tak sedikitpun aku berani untuk mengungkapkan perasaan ini, karena aku terlalu takut dan aku memanglah seorang pengecut.
Namaku Faira Kumala Dewi, seorang mahasiswi sastra Indonesia yang begitu maniak pada novel. Aku sering tenggelam dalam setiap penggalan cerita dalam novel tersebut, mungkin hal itu yang membuat aku menjadi pengecut dalam mengungkapkan sebuah perasaan. Aku mencintai seorang laki-laki, dia adalah seniorku dikampus. Ia bernama Erlangga Prasetyo. Kita kerap menyapa dan terlibat percakapan kecil, namun percakapan itu hanyalah sebatas hubungan antara senior dan junior yang mendiskusikan materi kuliah, tidak lebih.
oOo
“Sendirian saja di taman, Fai?” tanya kak Erlangga mengagetkanku. Aku membenarkan posisi dudukku, mempersilahkannya untuk duduk kemudian membalas ucapannya dengan ragu. “Iya kak,” namun setelah duduk, kak Erlangga tidak membalas sepatah kata pun. Terjadi keheningan diantara kita berdua. Tiba-tiba kak Erlangga mulai  berbicara lagi.
“Oh iya Fai, didalam flashdisk ini ada data yang berisi materi yang akan dibahas selama semester 3. Aku merangkumnya waktu itu, dan mendapatkan nilai yang lumayan bagus. Semoga materi dariku ini bisa membantumu menyelesaikan semester 3,” ucap kak Erlangga dengan tenang dan memberikan flashdisk tersebut kepada Faira.
“Ah, iya kak Angga. Makasih ya kak sudah repot-repot seperti ini,” balasku.
“Aku tidak merasa direpotkan kok, aku malah senang membantumu.”
Aku terdiam. Aku hanya tidak tahu harus menjawab apa.
“Pasti kamu terlihat lebih cantik ya ketika mengenakan hijab,” tiba-tiba saja kak Erlangga membuyarkan kebisuanku.
“Ah, iya. Aku juga yakin seperti itu,” balasku tak yakin.

Aku paham, mungkin ini hanyalah kesalahpahaman semata. Aku salah menafsirkan kebaikan kak Erlangga padaku. Namun pada kenyataannya, cinta memang tidak bisa dicegah bukan? Aku jatuh hati sejak pertama kali mengenalnya, jadi tidak salah kalau aku sampai saat ini masih menunggunya.
oOo
            Jatuh cinta kepadamu memang begitu begitu menyenangkan, membawaku pada hal-hal yang begitu positif. Jatuh cinta kepadamu membuat aku menjadi orang yang tidak waras, rela mengorbankan apapun untuk mendapatkannya. Saat jatuh cinta padamu, aku mengubah diriku, pribadiku, termasuk mengubah penampilanku agar terlihat seperti wanita muslimah yang selalu didambakan kak Erlangga.
“Kudengar kau sedang mendekati kak Angga ya?” Dita datang dan tiba-tiba mengagetkanku dengan pertanyaannya.
“Ah..Eh..tidak kok,” jawabku gelagapan.
“Alah tidak usah berbohong padaku, teman-teman dikampus rata-rata sudah pada tahu kok,” berbicara dengan tenang. Kemudian Dita melihat ada sesuatu yang berbeda dari penampilan Faira. “Fai, sekarang kamu pakai baju panjang terus ya? Tumben banget.”
“Ah iya, ini...” kata Faira gugup. “Aku sedang mencoba untuk menjadi wanita yang lebih baik lagi, kalau bisa sih memakai hijab,” jawabku dengan sedikit tertawa. Pipiku merona, mungkin karena aku merasa malu diperhatikan begitu jeli oleh sahabatku sendiri.
“Cerita dong, Fai. Hmm cerita tentang kak Angga! Pasti kamu merubah penampilan seperti ini karena kak Angga kan?” kata Dita penasaran.
“Iya sih Dit,” kataku pasrah. “Aku merubah diriku seperti ini memang untuk kak Angga. Berhubung dia aktif di organisasi dakwah islam dikampus akhirnya aku memutuskan untuk berhijab,” terangku.
“Baguslah, Fai. Setidaknya dengan menyukai kak Angga kamu menjadi pribadi yang lebih baik. Aku senang mendengarnya.”
oOo
            Disuatu sore, aku mulai memantapkan diri untuk memakai hijab. Aku mengunjungi suatu taman, tempat dimana aku bertemu dengan kak Erlangga dulu. Kini aku tengah sibuk membaca buku yang berbau islami. Dari arah lain ternyata kak Erlangga ada didalam taman yang sama, menghampiriku.
“Hai Faira, kita ketemu lagi disini,” sapa kak Erlangga.
“Hai kak, lagi apa disini? Sepertinya kita sering bertemu di taman ini.”
“Kufikir begitu. Jangan-jangan kita jodoh!” kak Erlangga menyeringai, ia hanya bermaksud bercanda. Tapi menurutku itu adalah suatu pengakuan yang begitu mengejutkannya.
“Ah, si kakak bisa saja. Mana mungkin..” kataku kemudian dipotong oleh Erlangga.
“Tunggu deh, Fai. Sepertinya ada yang berbeda denganmu,” kak Erlangga mendelik dan baru menyadari sesuatu. “Subhanallah, kamu memakai hijab sekarang? Pantas saja kamu terlihat lebih cantik,” puji kak Erlanggga
“Ah, kakak bisa saja. Aku hanya mencoba menjadi wanita yang lebih baik saja kok,“ aku tersenyum kemudian menatap lekat-lekat kak Erlangga.
“Bagaimana kalau kamu ikut organisasi yang kakak tekuni saja , mungkin dengan masuk organisasi ini kamu bisa memantapkan diri untuk menjadi muslimah yang lebih baik lagi,” kak Erlangga menawarkan kepadaku. Namun aku hanya membeku ditempatku duduk. Aku melamun.
            Kak Erlangga menyadari keterdiamanku kemudian ia menggerakkan kelima jarinya didekat wajahku. Membuatku sontak terkejut dan membuyarkan lamunanku.
“Kamu baik-baik saja kan, Fai?” tanya kak Erlangga sedikit cemas.
“Iya, aku baik-baik saja kok kak, kakak tidak perlu khawatir.” jawabnya penuh makna.
“Baiklah. Jadi, apakah kamu berminat masuk organisasi?” tanya kak Erlangga lagi untuk memastikan.
“Sepertinya bagus, aku akan ikut kak.” Kataku seraya melengkungkan senyuman termanisku.
oOo
            Benar yang dikatakan orang-orang, jatuh cinta itu menyenangkan. Sama halnya seperti aku jatuh cinta kepadamu. Aku bertemu kak Erlangga, jatuh cinta kepadanya dan mulai berharap. Kemudian kini ia memberiku peluang untuk berharap, ia memintaku masuk ke organisasi yang ditekuni olehnya. Itu artinya, semkin besar peluang untuk mendapatkan hati kak Erlangga.
            Saat Faira mulai aktif organisasi, Faira semakin dekat dengan kak Erlangga. Ia mulai mengetahui segala seluk-beluk kak Erlangga, hingga pada akhirnya ia bertemu dengan kak Nadya. Kak Nadya merupakan salah satu mentor di organisasi dakwah islam dikampus dan merupakan teman kak Erlangga. Mereka terlihat dekat dan akrab. Kufiir itu hanyalah kedekatan biasa namun ternyata kak Erlangga menaruh hati pada kak Nadya. Aku melangkah masuk menuju salah satu ruangan, kulihat dari arah sana kak Erlangga dan kak Nadya tengah bersama.
“Nad, aku ingin berbicara serius padamu,” kata kak Erlangga.
“Mau bicara apa Angga? Silahkan aku akan mendengarkannya,” sahut kak Nadya dengan ramahnya
“Hmm begini, aku...” kak Erlangga terlihat gugup. “Aku.. aku sebenarnya menyukaimu sudah sejak lama. Jadi apakah kamu juga menyukaiku? Kalau perasaan kita sama, aku ingin menjalani hubungan yang serius denganmu,” jelas kak Erlangga dengan kikuk.
“Terima kasih atas pernyataan cintamu, Angga. Jujur aku juga mempunyai perasaan yang sama dan kita bisa mencoba menjalani hubungan ini,” jawab kak Nadya.
           
Mereka tampak bahagia. Aku melihat kejadian ini dengan kedua mataku sendiri. Ada perasaan yang begitu menyesakkan didalam dadaku. Aku mencoba menenangkan diriku sendiri.
oOo
            Keesokan harinya, aku tetap aktif didalam organisasi dengan mengabaikan segala perasaanku terhadap kak Erlangga. Meskipun jujur, aku merasa sakit dan sesak, namun aku mencoba ikhlas menghadapi kenyataan bahwa kak Erlangga tidak sepaham perasaannya denganku dan kak Erlangga sudah mempunyai tambatan hatinya, kak Nadya. Kak Nadya seorang muslimah yang agamanya sudah lebih baik  dibandingkan dengan aku.
“Aku senang melihat kakak dan kak Nadya sekarang bersama,” ucap Faira lirih kepada kak Erlangga.
“Lho darimana kamu tahu kalau...” kata kak Erlangga kaget.
“Disaat kakak mengutarakan perasaan kakak kepada kak Nadya aku sedang ada disana. Jadi aku mendengar semuanya. Aku turut bahagia ya kak,” kataku mencoba menahan tangis dengan senyuman yang terlihat terpaksa.
“Baiklah, terima kasih Faira. Aku senang karena telah mengenalmu. Kamu adalah adik yang baik buatku. Tidak apa kan kalau aku menganggapmu sebagai adikku sendiri? Karena aku ingin memiliki adik perempuan.”
            Aku hanya diam. Aku berusaha mengumpulkan perasaanku yang hancur karena kak Erlangga dan aku kembali berfikir untuk merangkai kata-kata yang pas.
“Iya kak, tentu saja boleh. Aku juga senang apabila memiliki kakak cowok sebaik kak Erlangga.”
“Oke, kakak pergi dulu ya ada bahan yang harus disusun untuk acara dakwah nanti.”
“Iya kak,” jawabku dengan singkat. Setelah itu kak Erlangga pergi menjauh.
           
Aku menatap punggung kak Erlangga yang berlalu pergi. Dadaku terasa sangat sesak, namun aku tidak boleh terus meratapi perasaanku yang hancur. Aku harus terus terus berjuang mencapai kebahagiaan hidupku sendiri.
“Terima kasih ya kak, setidaknya jatuh cinta kepada kakak sudah merubahku menjadi wanita yang lebih muslimah,” aku berucap dalam hati. Mungkin ucapanku itu hanya bisa didengar oleh diriku sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar