Sudah sekian lama, aku menunggumu dalam
ketidakpastian. Aku mencintaimu dalam diam. Tak sedikitpun aku berani untuk
mengungkapkan perasaan ini, karena aku terlalu takut dan aku memanglah seorang
pengecut.
Namaku Faira Kumala Dewi, seorang
mahasiswi sastra Indonesia yang begitu maniak pada novel. Aku sering tenggelam
dalam setiap penggalan cerita dalam novel tersebut, mungkin hal itu yang
membuat aku menjadi pengecut dalam mengungkapkan sebuah perasaan. Aku mencintai
seorang laki-laki, dia adalah seniorku dikampus. Ia bernama Erlangga Prasetyo.
Kita kerap menyapa dan terlibat percakapan kecil, namun percakapan itu hanyalah
sebatas hubungan antara senior dan junior yang mendiskusikan materi kuliah,
tidak lebih.
oOo
“Sendirian saja di taman, Fai?” tanya
kak Erlangga mengagetkanku. Aku membenarkan posisi dudukku, mempersilahkannya
untuk duduk kemudian membalas ucapannya dengan ragu. “Iya kak,” namun setelah
duduk, kak Erlangga tidak membalas sepatah kata pun. Terjadi keheningan
diantara kita berdua. Tiba-tiba kak Erlangga mulai berbicara lagi.
“Oh iya Fai, didalam flashdisk ini ada data yang berisi
materi yang akan dibahas selama semester 3. Aku merangkumnya waktu itu, dan
mendapatkan nilai yang lumayan bagus. Semoga materi dariku ini bisa membantumu
menyelesaikan semester 3,” ucap kak Erlangga dengan tenang dan memberikan flashdisk tersebut kepada Faira.
“Ah, iya kak Angga. Makasih ya kak sudah
repot-repot seperti ini,” balasku.
“Aku tidak merasa direpotkan kok, aku
malah senang membantumu.”
Aku terdiam. Aku hanya tidak tahu harus
menjawab apa.
“Pasti kamu terlihat lebih cantik ya
ketika mengenakan hijab,” tiba-tiba saja kak Erlangga membuyarkan kebisuanku.
“Ah, iya. Aku juga yakin seperti itu,”
balasku tak yakin.
Aku paham, mungkin ini hanyalah
kesalahpahaman semata. Aku salah menafsirkan kebaikan kak Erlangga padaku.
Namun pada kenyataannya, cinta memang tidak bisa dicegah bukan? Aku jatuh hati
sejak pertama kali mengenalnya, jadi tidak salah kalau aku sampai saat ini
masih menunggunya.
oOo
Jatuh cinta kepadamu memang begitu
begitu menyenangkan, membawaku pada hal-hal yang begitu positif. Jatuh cinta
kepadamu membuat aku menjadi orang yang tidak waras, rela mengorbankan apapun
untuk mendapatkannya. Saat jatuh cinta padamu, aku mengubah diriku, pribadiku,
termasuk mengubah penampilanku agar terlihat seperti wanita muslimah yang
selalu didambakan kak Erlangga.
“Kudengar kau sedang mendekati kak Angga
ya?” Dita datang dan tiba-tiba mengagetkanku dengan pertanyaannya.
“Ah..Eh..tidak kok,” jawabku gelagapan.
“Alah tidak usah berbohong padaku,
teman-teman dikampus rata-rata sudah pada tahu kok,” berbicara dengan tenang.
Kemudian Dita melihat ada sesuatu yang berbeda dari penampilan Faira. “Fai,
sekarang kamu pakai baju panjang terus ya? Tumben banget.”
“Ah iya, ini...” kata Faira gugup. “Aku
sedang mencoba untuk menjadi wanita yang lebih baik lagi, kalau bisa sih memakai
hijab,” jawabku dengan sedikit tertawa. Pipiku merona, mungkin karena aku
merasa malu diperhatikan begitu jeli oleh sahabatku sendiri.
“Cerita dong, Fai. Hmm cerita tentang
kak Angga! Pasti kamu merubah penampilan seperti ini karena kak Angga kan?”
kata Dita penasaran.
“Iya sih Dit,” kataku pasrah. “Aku
merubah diriku seperti ini memang untuk kak Angga. Berhubung dia aktif di
organisasi dakwah islam dikampus akhirnya aku memutuskan untuk berhijab,”
terangku.
“Baguslah, Fai. Setidaknya dengan menyukai
kak Angga kamu menjadi pribadi yang lebih baik. Aku senang mendengarnya.”
oOo
Disuatu sore, aku mulai memantapkan
diri untuk memakai hijab. Aku mengunjungi suatu taman, tempat dimana aku bertemu
dengan kak Erlangga dulu. Kini aku tengah sibuk membaca buku yang berbau
islami. Dari arah lain ternyata kak Erlangga ada didalam taman yang sama,
menghampiriku.
“Hai Faira, kita ketemu lagi disini,” sapa
kak Erlangga.
“Hai kak, lagi apa disini? Sepertinya
kita sering bertemu di taman ini.”
“Kufikir begitu. Jangan-jangan kita
jodoh!” kak Erlangga menyeringai, ia hanya bermaksud bercanda. Tapi menurutku
itu adalah suatu pengakuan yang begitu mengejutkannya.
“Ah, si kakak bisa saja. Mana mungkin..”
kataku kemudian dipotong oleh Erlangga.
“Tunggu deh, Fai. Sepertinya ada yang
berbeda denganmu,” kak Erlangga mendelik dan baru menyadari sesuatu.
“Subhanallah, kamu memakai hijab sekarang? Pantas saja kamu terlihat lebih
cantik,” puji kak Erlanggga
“Ah, kakak bisa saja. Aku hanya mencoba
menjadi wanita yang lebih baik saja kok,“ aku tersenyum kemudian menatap
lekat-lekat kak Erlangga.
“Bagaimana kalau kamu ikut organisasi
yang kakak tekuni saja , mungkin dengan masuk organisasi ini kamu bisa
memantapkan diri untuk menjadi muslimah yang lebih baik lagi,” kak Erlangga menawarkan
kepadaku. Namun aku hanya membeku ditempatku duduk. Aku melamun.
Kak Erlangga menyadari keterdiamanku
kemudian ia menggerakkan kelima jarinya didekat wajahku. Membuatku sontak
terkejut dan membuyarkan lamunanku.
“Kamu
baik-baik saja kan, Fai?” tanya kak Erlangga sedikit cemas.
“Iya,
aku baik-baik saja kok kak, kakak tidak perlu khawatir.” jawabnya penuh makna.
“Baiklah.
Jadi, apakah kamu berminat masuk organisasi?” tanya kak Erlangga lagi untuk
memastikan.
“Sepertinya
bagus, aku akan ikut kak.” Kataku seraya melengkungkan senyuman termanisku.
oOo
Benar yang dikatakan orang-orang,
jatuh cinta itu menyenangkan. Sama halnya seperti aku jatuh cinta kepadamu. Aku
bertemu kak Erlangga, jatuh cinta kepadanya dan mulai berharap. Kemudian kini
ia memberiku peluang untuk berharap, ia memintaku masuk ke organisasi yang
ditekuni olehnya. Itu artinya, semkin besar peluang untuk mendapatkan hati kak
Erlangga.
Saat Faira mulai aktif organisasi,
Faira semakin dekat dengan kak Erlangga. Ia mulai mengetahui segala seluk-beluk
kak Erlangga, hingga pada akhirnya ia bertemu dengan kak Nadya. Kak Nadya
merupakan salah satu mentor di organisasi dakwah islam dikampus dan merupakan
teman kak Erlangga. Mereka terlihat dekat dan akrab. Kufiir itu hanyalah
kedekatan biasa namun ternyata kak Erlangga menaruh hati pada kak Nadya. Aku
melangkah masuk menuju salah satu ruangan, kulihat dari arah sana kak Erlangga
dan kak Nadya tengah bersama.
“Nad, aku ingin berbicara serius padamu,”
kata kak Erlangga.
“Mau bicara apa Angga? Silahkan aku akan
mendengarkannya,” sahut kak Nadya dengan ramahnya
“Hmm begini, aku...” kak Erlangga
terlihat gugup. “Aku.. aku sebenarnya menyukaimu sudah sejak lama. Jadi apakah
kamu juga menyukaiku? Kalau perasaan kita sama, aku ingin menjalani hubungan
yang serius denganmu,” jelas kak Erlangga dengan kikuk.
“Terima kasih atas pernyataan cintamu,
Angga. Jujur aku juga mempunyai perasaan yang sama dan kita bisa mencoba
menjalani hubungan ini,” jawab kak Nadya.
Mereka tampak bahagia. Aku melihat kejadian
ini dengan kedua mataku sendiri. Ada perasaan yang begitu menyesakkan didalam
dadaku. Aku mencoba menenangkan diriku sendiri.
oOo
Keesokan harinya, aku tetap aktif
didalam organisasi dengan mengabaikan segala perasaanku terhadap kak Erlangga.
Meskipun jujur, aku merasa sakit dan sesak, namun aku mencoba ikhlas menghadapi
kenyataan bahwa kak Erlangga tidak sepaham perasaannya denganku dan kak
Erlangga sudah mempunyai tambatan hatinya, kak Nadya. Kak Nadya seorang
muslimah yang agamanya sudah lebih baik
dibandingkan dengan aku.
“Aku senang melihat kakak dan kak Nadya
sekarang bersama,” ucap Faira lirih kepada kak Erlangga.
“Lho darimana kamu tahu kalau...” kata
kak Erlangga kaget.
“Disaat kakak mengutarakan perasaan
kakak kepada kak Nadya aku sedang ada disana. Jadi aku mendengar semuanya. Aku
turut bahagia ya kak,” kataku mencoba menahan tangis dengan senyuman yang
terlihat terpaksa.
“Baiklah, terima kasih Faira. Aku senang
karena telah mengenalmu. Kamu adalah adik yang baik buatku. Tidak apa kan kalau
aku menganggapmu sebagai adikku sendiri? Karena aku ingin memiliki adik
perempuan.”
Aku hanya diam. Aku berusaha
mengumpulkan perasaanku yang hancur karena kak Erlangga dan aku kembali
berfikir untuk merangkai kata-kata yang pas.
“Iya kak, tentu saja boleh. Aku juga
senang apabila memiliki kakak cowok sebaik kak Erlangga.”
“Oke, kakak pergi dulu ya ada bahan yang
harus disusun untuk acara dakwah nanti.”
“Iya kak,” jawabku dengan singkat.
Setelah itu kak Erlangga pergi menjauh.
Aku menatap punggung kak Erlangga yang berlalu
pergi. Dadaku terasa sangat sesak, namun aku tidak boleh terus meratapi
perasaanku yang hancur. Aku harus terus terus berjuang mencapai kebahagiaan
hidupku sendiri.
“Terima kasih ya kak, setidaknya jatuh
cinta kepada kakak sudah merubahku menjadi wanita yang lebih muslimah,” aku
berucap dalam hati. Mungkin ucapanku itu hanya bisa didengar oleh diriku
sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar