Aku
terhenyak. Aku lupa bagaimana caranya membenci seseorang yang telah menjadi
masa lalu orang yang Aku sayangi saat ini. Sebab Aku sudah terlalu lama tak
memiliki. Sendirian. Tanpa siapapun yang mendampingi.
Baru kali
ini, setelah sekian lama tak memiliki, setelah sekian lama sendiri. Ketika Aku
dihadapkan pada seseorang yang kusuka. Bukan, bukan sekedar kusuka, saat ini
lebih dari itu: Cinta. Aku mencintai dia. Iya, DIA, kekasihku yang sudah beberapa bulan ini menemaniku menaungi
hari, jam, menit hingga detik.
Dia, yang
datang dengan membawa keajaiban saat Aku mulai putus asa pada harapan dan
kepercayaan. Dia yang sejatinya selalu ada dalam angan. Dia, yang raganya
pernah kurenggut dari seorang wanita bernama Kamu. Bukan, Aku tak merenggutnya. Hanya saja, takdir yang menjentikkan
jemarinya mempertemukan Aku dan Dia. Bukan, bukan Aku.
Kini demi menebus
salah yang kutoreh akibat rasa sakit karena takdir (meskipun bukan kemauanku),
Aku malah begitu memperhatikanmu. Bahkan perhatian itu lebih besar ketimbang
perhatianku pada seseorang yang kucintai: Dia. Harusnya Aku membencimu, karena
Kamu adalah masa lalu orang yang kucintai, bukan malah memperhatikanmu begitu
dalam seperti ini. BODOH!
Ketika
memperhatikanmu seperti ini ada rasa yang begitu... ah, sangat sulit
kuprediksi, kujabarkan dan kujelaskan. Aku harus seperti apa, wahai Kamu? Aku
gamang. Perasaan ini sulit kujabarkan. Aku mencintai Dia, namun Aku tak ingin
menyakitimu. Sebab itu, Aku tak ingin—bermesraaan—dengan masa lalu Kamu dan
sosok yang kumiliki saat ini.
Kubuka lagi
percakapan yang pernah kita lewati beberapa waktu lalu. Aku sadar dan Aku tahu,
jauh dalam lubuk hatimu masih tersebar rasa kecewa dan amarah yang begitu mendalam
padaku. Tapi jujur, aku tak mengetahui kalau alur takdir akan berjalan
semenakutkan ini.
Aku tak tahu
harus bersikap bagaimana ketika dihadapkan denganmu. Baikkah? Jahatkah?
Menyukaimu atau membencimu? Wahai Kamu, tahukah? Hingga detik ini, namamu masih
ada dalam cengkrama antara Aku dan Dia. Ada rasa yang begitu menyayat perasaan
ini, jujur. Aku masih merasa cemburu, meski sudah berulang kali Dia mengatakan
bahwa ‘kamu adalah satu-satunya wanita
yang masih sangat aku inginkan hingga detik ini’.
Wahai Kamu,
masa lalu seseorang yang kucintai, dengarlah Aku. Aku yang menjadi kekasih masa
lalumu. Aku tak ingin membencimu karena perasaan ini, jua tak ingin
memperhatikanmu sedalam ini. Jadi, ajarkan aku bagaimana caranya aku harus
bersikap padamu. Terimakasih.
0 komentar:
Posting Komentar