Aku
sedang berada didalam kelas. Seperti biasa, kelas 3 memang membuatku bosan.
Yang kulakukan hanya mengerjakan tugas, mengerjakan tugas dan mengerjakan
tugas. Sibuk berkutik dengan tumpukan buku, pulpen, kalkulator dan alat tulis
lainnya.
Hari
ini tanggal 14 Februari 2014, hari dimana sebagian orang merayakan hari valentine tapi tidak untukku. Karena aku
seorang muslim, dan tentu saja itu dilarang oleh agamaku. Banyak kontroversi
sebenarnya, tapi semua itu kembali lagi pada kepercayaan masing-masing. Dan aku
adalah salah satu orang yang bersikap apatis pada hari valentine.
“Dhe,
fisika udah selesai?” tanya teman sebangkuku, Mustika.
“Belum,
Mus, rada ribet nih rumusnya,” jawabku sambil menggaruk kepala yang tidak
gatal.
“Yaudah
coba diotak-atik aja dulu rumusnya,” saran Mustika. “Nanti gue yang ngerjain
biologi,” lanjutnya.
“Oke
deh,” kataku meng-iya-kan.
Aku
mulai melancarkan aksiku—mengotak-atik rumus. Aku memang menyukai pelajaran
fisika sejak dibangku smp. Kelihatannya memang rumit, namun apa mau dikata aku
sudah jatuh cinta terlebih dahulu pada pelajaran fisika.
Kulihat
Mustika tengah sibuk membolak-balik halaman untuk mengerjakan tugas biologi.
Aku dan Mustika memang senang membagi tugas. Selain cepat selesai mengerjakan tugas,
disisi lain aku tidak perlu berpikir lebih keras lagi untuk mengerjakan
biologi.
Aku
memandang jendela kelas yang tertutup rapat. Pikiranku tiba-tiba melambung
tinggi, jauh dibatas kenyataan. Aku berpikir tentang sesuatu yang sering
disebut dengan cinta. Hari kasih sayang, apakah untuk sebuah kasih sayang dan
cinta itu perlu diperingati dalam satu hari penuh? Kurasa tidak. Bahkan cinta
dan kasih sayang itu hadir setiap hari, setiap detik dan setiap saat.
“Untuk apa aku berfikir tentang
hari valentine? Toh aku tidak pernah merayakannya dan lagipula aku juga tidak
memiliki kekasih,” pikirku.