Click Here For Free Blog Templates!!!
Blogaholic Designs
Bukan sesuatu yang istimewa, hanya rangkaian kata sederhana
Kamis, 10 Juli 2014

Leave (Teruntukmu, Gema...)



Padahal aku memiliki kesempatan untuk meninggalkanmu. Aku memiliki kesempatan untuk pergi dari apapun tentangmu. Dan aku sangat memiliki kesempatan untuk kehilangan kamu. Bukankah itu yang aku inginkan? Bukankah ini yang aku mau? Mengapa rasanya sangat berat dan hampa.

Kita memang tidak memiliki hubungan yang serius. Kita pun tak memiliki tingkat komunikasi yang intens. Tapi aku masih saja berharap kau akan melirikku walau itu hanya ilusi semata. Fatamorgaku selalu meliar setiap kali berhubungan denganmu.

Lihatlah aku kini, sungguh menghenaskan. Berharap kau menjadi bagian terindah dalam hidupku walau pada kenyataannya sangat menyiksaku. Akhir-akhir ini aku selalu memimpikanmu. Membiarkan kamu menjadi pemeran utama dalam mimpiku. Tapi kau yang berada dalam mimpiku hanyalah sebuah imajiner. Kini kau tidak lagi nyata didepanku.

Dulu aku memang pernah menyakitimu. Aku mengakuinya bukan karena aku menyesal, tapi karena itu memang tugasku untuk meminta maaf padamu. Bukankah kita sudah saling sepakat melupakan kisah lama lalu memulainya dengan warna yang baru? Tapi mengapa aku merasa kita masih saja terjebak dalam bayangan warna lama.

Sejak lama dari kita memulainya kembali aku memiliki firasat. Firasat yang bisa kusebut sebagai prasangka buruk. Aku merasa, bahwa apa yang kita mulai hari itu hanyalah awal dari rasa sakit yang akan kurasakan nanti. Namun sayangnya, perasaan butaku terhadapmu mengalahkan firasatku. Aku terlalu percaya padamu. Hingga hari ini aku menyadari, bahwa apa yang pernah menjadi firasatku menjadi kenyataan. Kau mengabaikanku, kau mempermainkanku. Terlebih lagi kini kau meninggalkanku seorang diri tanpa pernah kau memberi kepastian selama hampir 7 bulan kedekatan kita ini.

Bukankah kau senang? Mungkin ini akan menjadi hari pembalasan dari apa yang pernah kuperbuat untukmu dulu. Atau memang hanya aku yang berpikir seperti itu? Aku terlalu naïf hingga selalu membela namamu walau harus bersitegang dengan isi hati kecilku.

Kini aku tidak lagi tahu mana yang benar dan mana yang salah. Segalanya terlihat rumit. Kita seperti sebuah rel dalam kereta, selalu berdampingan namun tak bisa saling mendekat bahkan menggenggam.

Ketika nanti kita akan bertemu lagi dengan waktu yang tak pernah kita duga. Aku hanya berharap kau jangan pernah mengenaliku. Berpura-puralah tidak mengenalku seperti saat ini. Biarkan aku memiliki kesempatan itu—kesempatan untuk meninggalkanmu.

0 komentar:

Posting Komentar