Click Here For Free Blog Templates!!!
Blogaholic Designs
Bukan sesuatu yang istimewa, hanya rangkaian kata sederhana
Rabu, 30 Oktober 2013

Pria Pasar Tradisional V


Sebelumnya--


(Randu P.O.V)

Aku tidak percaya bahwa wanita yang mulai kucintai, kini sedang bersama dengan mantan kekasihnya. Pikiran negatif menyusup kedalam pikiranku. Aku berlari cepat menuju rumah. Setibanya di rumah, aku baru saja beristirahat dan mulai menenangkan pikiranku. Tiba-tiba gadis itu datang menghampiriku. Lalu memelukku dengan erat.
“Randu,” rengeknya. Dalam sekejap, ia memelukku dengan erat. Merekatkan lingkaran tangannya dengan protektif. Ada luka yang kudengar dari nada suara paraunya.
“Kamu kenapa?”
“Jangan tinggalin aku, Randu, jangan. Jangan untuk sekarang,” pintanya padaku. Ia menangis sejadi-jadinya. Masih tetap memelukku erat.
Sabtu, 26 Oktober 2013

Pria Pasar Tradisional IV


Sebelumnya-- 



Sore itu aku ada di taman, bersama seseorang yang pernah menolongku di taman ini. Pria pasar itu entah sejak kapan, mulai mengobati rasa sakit hatiku. Selalu ada senyum yang terukir ketika berada didekatnya.
“Aku boleh ngomong sesuatu?” tanya Randu tiba-tiba.
“Boleh, apa?” kataku penasaran.
Randu diam. Menit demi menit melesat, tak ada yang mampu bersuara. Hanya suara angin dan kicauan burung di taman yang mulai menyusup dalam telingaku. Aku menunggunya untuk bertanya suatu hal padaku.
“Hei, apa?” aku mengulangi perkataanku, menepuk bahunya.
“Kamu lebih terlihat cantik kalau sedang tersenyum. Manis sekali. Aku menyukainya,” ucapnya. Diksi yang tepat dengan pelafalan yang pas.
Aku terpana. Kemudian kutatap lekat-lekat kedua matanya. Tak satu pun kutemukan alasan yang pasti ketika ia mengucapkan hal itu. Juga tidak ada bualan yang ingin ia lakukan. Kulihat itu hanyalah sebuah ungkapan yang tak sengaja ia ucapkan. Matanya tersorot tajam, menatap balik kedua mataku.
Rabu, 16 Oktober 2013

Kyoudai Ga Imasen VS Kyoudai Ga Imasu

Kata siapa anak tunggal itu bahagia? Teori mana yang bilang kalau ‘anak tunggal itu selalu diturutin kemauannya dan dimanjain’?
Kalian yang mikir kaya gitu tuh salah besar. Menurut gue, seorang anak tanpa saudara (‘Kyoudai ga imasen’ kalo kata orang Jepang bilang mah *ciaelaahh) itu cenderung kurang bahagia. Lo bisa ngebayangin gak kalo seandainya di rumah lo sendirian aja, terus kedua orang tua lo kerja? Ya sukur-sukur sih kalo mereka selalu stay at home, tapi kalo seandainya mereka kerja terus sibuk sama kariernya. Apa lo bakal diperhatiin dan diturutin kemauannya? Mungkin kalo orang tua lo kaya harta bakal diturutin deh. Tapi emangnya kalian gak pernah mikir kalo mereka yang ‘Kyoudai ga imasen’ itu bakal merasa gak kesepian?

Pria Pasar Tradisional III

Sebelumnya--


Aku tidak sadar, sudah berapa lama aku membenamkan wajahku dalam pelukan laki-laki asing ini. Hujan terus mengguyuri tubuhku. Badanku serasa menggigil, aku alergi dingin. Aku bisa merasakan bibirku yang mulai memutih dan tubuhku yang mulai membiru. Namun aku dilindungi oleh seseorang. Lelaki yang tak kukenal, namun mampu memberikan kenyamanan.
Air mataku masih saja menetes. Entah apa yang kutangisi, dirimu atau hubungan kita yang sudah terlanjur lama terjalin? Aku tidak tahu. Yang kurasakan hanyalah sepotong perasaan hampa yang sudah tak memiliki arti lagi.
“Hei, ujannya makin gede nih. Pindah yuk kesana, kita berteduh,” ucap lelaki asing itu.
Aku mengangguk. Aku tidak mampu membalas perkataannya. Yang kurasakan tubuhku sudah tidak dapat bergerak, lemas dan kaku.
“Hei, kamu keliatan pucat. Badan kamu dingin banget,” ucap lelaki itu ketika menggenggam kedua tanganku. Dia berusaha membangunkanku dari tempat duduk. Namun tubuhku semakin lemas, aku terjatuh dan dia menahanku. “Kamu gak apa-apa? Kayaknya kamu sakit,” sambungnya.
Lelaki itu, entah sejak kapan dia menjadi dewa penolongku. Tubuhku dibopong olehnya. Ia menggendongku ke bale yang lebih cocok disebut pos, tak jauh dari bangku taman. Aku disandarkan disana. Didekat bale ada seorang pedagang wedang, ia menghampiri pedagang itu, sepertinya ia ingin membeli wedang.
Kepalaku berat, seperti ditaruh beban satu kilo beras. Aku berusaha membuka mata, pandanganku kabur. “Lelaki asing itu,” pikirku.
“Kamu udah sadar? Kamu gak apa-apa kan?” nada lelaki asing itu begitu khawatir.
Bibir yang kelu, lagi-lagi tak dapat membalasnya. Aku hanya mengangguk tak karuan. Ia memberikan segelas wedang kepadaku.
“Diminum dulu, biar badan kamu anget,” ucapnya sambil tersenyum.
Senin, 14 Oktober 2013

Langkah Terakhir Kita



Aku berusaha, aku mencoba..
Kau akan mengerti tentang arti dari kata ‘lelah’. Kau akan merasakan arti dari kata ‘mencoba’.
---
Bukankah sudah kukatakan kepadamu betapa aku ingin sekali menjamahmu lebih dari ini? Aku bertahan mempertahankanmu. Membuang rasa egoku, memberimu isyarat agar kau mengerti akan maksudku. Tapi rasanya yang kulakukan hanyalah sebuah kesia-siaan.

Aku mencoba memahamimu. Aku memberimu pilihan dari segala pertanyaan dan pernyataanku. Kupikir kau mengerti maksudku, tapi nyatanya tidak..
Minggu, 13 Oktober 2013

Aku, Cinta Yang Tak Pernah Lelah Menantimu



Aku tidak tahu harus merangkai kata seperti apa untuk membuatmu mengerti tentang aku. Jua tentang harap demi harap yang kumuat dalam ruang gelap mata. Aku hanya ingin kau mengetahui, bahwa apa yang kita lalui bukan hanya sekedar pertemuan.

Aku mengagumimu sejak dulu. Aku memujamu. Namun rasanya, kini aku telah kehilangan kata-kata. Menyatakan perasaan yang kupunya bukanlah sesuatu yang mudah. Kau selalu meracuni setiap pikiranku hanya untuk tetap mengingat namamu. Salahkah aku bila kau selalu mengisi ruang kosong dalam diri ini?

Ada setitik cinta yang kumiliki untukmu. Asa yang hingga detik ini tak pernah kau hiraukan. Aku berusaha menuruti semua kemauanmu. Aku selalu membuntutimu dari jarak yang tak kau ketahui. Ruang kamarku selalu terpenuhi dengan sesuatu yang kau sukai. Dan hingga detik ini kau selalu mampu menjadi nafas. Apakah aku yang salah jika kau selalu kunomorsatukan?

Ada gejolak yang tak bisa kupahami, juga tak dapat kau salami. Ini cinta, tahukah kau?  

Andai dulu, kau berusaha mengerti. Aku tidak akan semenderita ini. Tertatih melihatmu bersama dengan perempuan lain. Mencoba memasang senyum yang kubuat-buat, walau sebenarnya dalam hati aku ingin menangis. Lalu siapa yang salah? Aku?

Angan yang datang padaku bukan hanya menyakiti aku. Tapi juga jiwa yang tersayat pelan-pelan. Kau memilih perempuan itu, dan dengan mudahnya kau hempaskan aku. Tapi tiba-tiba kau datang lagi, meminta kasih sayang yang pernah kuberi padamu. Untuk apa? Apa masih kurang cukup kasih sayang yang telah diberikan perempuan itu?

Aku hanya ingin kau tahu, aku mencintaimu. Walau bukan aku yang kau pilih sebagai pendampingmu kini. Selalu ada cinta yang tak pernah lelah menantimu, dan cinta itu adalah aku.

Pria Pasar Tradisional II

Sebelumnya--


Akhirnya aku keluar dari tempat terkutuk itu. Kulajukan motorku dengan kencang. Tiba-tiba semilir angin menghampiri siku tanganku. Nyeri. Aku tak berhenti meringis. Ada perasaan yang begitu ngilu masuk dalam tubuhku.
Sesampai di rumah, aku buru-buru masuk kedalam kamar. Aku menangis sejadi-jadinya, membuka jaketku. Kulihat ada segores luka yang bersemayam di siku kiriku. Rasanya perih sekali. Aku mengambil alkohol, lalu kuoleskan pada luka. Mama muncul dari balik pintu kamarku.
“Kamu gak apa-apa, Nes?” tanya Mama khawatir.
Aku cemberut. Aku kesal, tapi aku tidak bisa menyalahkan Mama atas insiden ini. “Gak apa-apa, Ma,” jawabku pasrah.
“Maaf ya, Nes, gara-gara Mama ajak ke pasar kamu jadi luka kaya gini,” suara Mama  terdengar menyesal. “Tapi Mama harap kamu gak kapok untuk nganter Mama ke pasar lagi,” lanjut Mama.
“Ya asalkan gak ada insiden kaya tadi aja,” jawabku singkat.
“Iya, Nes,” kata Mama.